cooking

French Toast

11:53:00

Pagi ini seharusnya dimulai dengan belanja ke pasar, membeli kelapa muda parut dan tepung beras. Sebagaimana yang saya kicaukan semalam, saya ingin membuat klepon hari ini. Tapi entah, mengingat saya yang bangun kesiangan karena menyimak X Factor Indonesia hingga lewat tengah malam, mendengar lagu "Sari Roti" yang lewat saya jadi ingin bikin sarapan dengan roti saja. Yah, hitung-hitung ganti menu, rasanya akan lebih seru menyambut hari Sabtu dengan menu baru. 

Setelah roti tawar di tangan, saya putar otak. Kalau dipanggang dengan toaster, sudah biasa. Bahan isian pun  standar saja, hanya ada meises & selai pandan. Kemarin malam sempat browse kumpulan resep Urban Cook sih, ada French Toast. Masakan yang dulu ketika saya kecil sering saya buat sendiri, karena ada di buklet masakan sederhana yang jadi bonus majalah Bobo. Praktis dan enak buat sarapan. 

Tapi, ada yang lebih saya khawatirkan. Lidah suami. Huhuhu. Selera suami berkebalikan sempurna dengan saya. Sebutlah makanan apa yang dia benci, maka hampir seluruhnya saya suka. Dia tidak suka susu putih, keju, mayonais, sushi, segala masakan yang creamy & berbau serta memiliki rasa terlalu tajam. Pft, padahal saya suka itu semua. Sejak berpacaran, saya bertekad untuk memperlebar palate suami. Sayang sekali kalau rentang rasa yang diciptakan di dunia ini harus disempitkan karena preferensi yang kurang. Nah, di resep yang Urban Cook cantumkan, ada susu di dalamnya. Mari kita jajal resep ini dengan tekad & keyakinan yang kuat bahwa suami bakal suka! *pasang ikat kepala*



French Toast ala Urban Cook

Bahan


  • 3 telur (saya, 2 butir)
  • 3/4 cangkir krim kental atau susu (saya pakai 180 ml susu UHT low fat)
  • 1 sendok makan ekstrak vanila (saya pakai essens vanila 2 tetes)
  • ¼ sdt bubuk kayu manis (sedang tidak punya yang bubuk, langsung parut kayu manis seibu jari udah cukup)
  • Sejumput bubuk pala
  • Sejumput garam
  • 3 helai roti, roti yang sudah keras juga boleh dipakai
  • 2 sendok makan mentega tawar
  • sirup Maple atau madu 

Cara buat

  • Kocok telur, krim, vanila, kayu manis, pala, dan garam dalam mangkuk besar 
  • Rendam roti di dalam campuran telur kira2 10 menit sampai benar benar terendam
  • Dengan api sedang, masak French toast dengan sedikit mentega sampai kedua sisi kecoklatan, simpan dalam oven yang hangat selama anda memasak sisa roti
  • Sajikan French toast dengan topping favourite anda

Dengan penggunaan rasio bahan yang saya tuliskan di dalam kurung, sudah cukup kok untuk 3 helai roti tawar, tidak kurang tidak lebih. Untuk toppingnya, saya menggunakan gula pasir + parutan kayu manis yang diblender sebentar (dry mill, 15 detik cukup). Rasa topping berhasil jadi penyeimbang roti yang gurih dan machteig. Tiga helai roti yang diiris diagonal, cukup untuk 2 porsi. Saya menulis ini di tengah hari, masih kenyang loh, padahal sarapan jam 8 pagi. 

Yang paling mendebarkan tentu proses icip-icip. Alhamdulillah, suami suka. Yeay! 

=D

daily

Gagal #MembeliKebahagiaan

10:39:00

Pagi ini pak Bukik memulai kicauan berseri dengan tema #MembeliKebahagiaan. Beliau memberikan ulasan tentang presentasi Michael Norton di forum TED, yang translasinya dapat anda baca di sini. Membaca kedua hal tersebut membuat saya sedih, karena kemarin saya baru saja mengalami momen gagal #MembeliKebahagiaan. Menurut analogi trader, saya kurang teliti membaca screening sehingga tak bisa menaruh bid. Gagal beli, gagal jual dan akhirnya gagal cuan. =(

Kemarin, saya baru saja membaca kicauan adik angkatan di UKM Sinematografi. Ia mengungkapkan kekecewaannya karena tidak bisa berangkat ke Jakarta. Premis yang ia kirimkan dipilih oleh tim dari XXI Short Film Festival untuk mengikuti workshop bersama Indonesian Film Directors Club. Seharusnya ia berangkat kemarin, dan tiba di Jakarta pagi ini lalu menyimak penjelasan Joko Anwar dan kawan kawan. Tapi, di malam hari, saya mendapati adik ini tidak jadi berangkat. Permasalahan: transportasi. Angkutan yang tersedia hanya di kelas yang ia tidak mampu jangkau harga tiketnya. 

Hati saya mencelos. Mengapa tak saya tanyai langsung ketika ia berkeluh "bingung" di perbincangan grup Facebook UKM kami? Mengapa saya harus tahu ketika waktu terlampau singkat? Mengapa begini dan begitu. Rasanya tanya & sesal itu tak berhenti terngiang jika anda dalam posisi yang memungkinkan membantu seseorang menggapai mimpi, tetapi terlambat selompatan galah. 


Dulu, ketika saya masih menjadi pembaca tetap majalah anak-anak Bobo, Widya Suwarna pernah mengarang cerita pendek yang mengisahkan tentang Bapak yang membiayai 2 anak tidak mampu. Kedua anak tersebut dibiayai sesuai dengan mimpi mereka. Yang satu ingin meneruskan pendidikannya hingga menjadi akuntan. Seperti harapannya, ia pun menjadi akuntan yang berkecukupan. Anak yang lain ingin menjadi musisi yang hebat, maka dipenuhi segala kebutuhan untuk bermusik. Di kemudian hari ia menjadi komposer yang kondang, diakui seluruh negeri. Si akuntan merasa resah, karena ia iri kepada sang komposer. Ia merasa tidak bisa membanggakan Bapak yang telah membiayainya. 

Sekali setahun, Bapak ini meminta bertemu di restoran untuk makan siang bersama 2 anak asuhnya. Kali itu, Komposer membawakan anggur yang mahal untuk diberikan kepada Bapak sebagai ucapan terima kasih, sedang si akuntan membawakan kue buatan istrinya. Alih-alih menerima hadiah dari kedua orang tersebut, Bapak menolak dengan halus. Saya ingat kata-katanya kurang lebih seperti ini:
"Terima kasih atas perhatian kalian, tapi aku tidak bisa menerima hadiahmu. Aku yang seharusnya berterima kasih, karena kalian telah memberikan aku kesempatan untuk terus berbahagia. Tiap tahun aku bisa memandangi kalian tumbuh dan menjadi orang baik, aku jadi merasa berguna ada di dunia ini. Apabila aku menerima hadiah ini, aku akan merasa berhutang budi dan aku tidak bisa menanggung hutang di usiaku yang renta. Jika kalian betul-betul ingin berterima kasih padaku, masing-masing carilah 2 anak yang sedang meniti mimpi. Bantulah mereka sebagaimana kalian merasa terbantu karenaku. Ucapkan & lakukan hal yang sama ketika mereka ingin berterima kasih. Itu akan lebih dari cukup bagiku & bagi dunia."

Apa yang diceritakan cerpen ini membekas bagi saya, sehingga ketika tidak bisa membantu seseorang yang menjalani mimpi, rasanya betul-betul merugi. Semoga saya masih mendapatkan kesempatan untuk tidak lagi gagal #MembeliKebahagiaan. Semoga.