Perjalanan Surabaya-Leeds (Bagian 1)

15:24:00

Apa yang akan Anda lakukan pertama kali jika (secara mengejutkan) anda harus menjalani 30 jam perjalanan++ dengan seorang balita dalam 36 jam ke depan? Upaya pertama saya dalam menjaga kewarasan adalah minum teh kesukaan, menyesapnya dalam-dalam, dan mencoba tidak memikirkan apa pun. Yah, yang terakhir ini tidak berhasil karena kepala saya berputar tak terkendali dengan semua pikiran tentang apa yang akan terjadi.

Sebelum perjalanan dimulai.
Saya cukup terkejut, jujur. Karena saya pikir penerbangan saya adalah di tanggal 20an Juni. Tapi kenyataan berkata lain. Ketika visa saya datang, saya harus siap terbang seminggu lebih awal atau hanya punya waktu kurang dari 2 hari untuk bersiap-siap. Membersihkan kekacauan rumah, mengucapkan selamat tinggal pada tetangga, menjual sepeda motor, memeriksa dan memeriksa ulang semua dokumen yang diperlukan, dll.

But life must go on. Dibantu banyak oleh orang tua & keluarga, saya & Hayu akhirnya terbang pada 13 Juni. Apakah saya takut? Iya. Ini adalah penerbangan pertama saya ke luar negeri, dan bersama balita pula. Saya berkata pada diri sendiri, "Ini pasti akan berlalu" berulang-ulang. Penerbangan pertama adalah Surabaya ke Hongkong. Semuanya berjalan dengan baik. Hayu sangat senang karena hiburan dalam penerbangan Cathay Pacific cukup mumpuni. Satu penerbangan selesai, dua lagi.

Diantar Uti tersayang ke Juanda.


Sampai jumpa, Surabaya.
Pemeriksaan imigrasi di Hongkong sangat menantang. Tas saya masih berat berisi makanan untuk Hayu. Ia tidak ingin membawa tasnya sendiri, jadi ada satu tas ransel di punggung saya, satu tas ransel anak-anak di tangan saya dan jaket di bahu. Jaket adalah persiapan darurat karena pak suami mengatakan sangat dingin & hujan melulu di HK. Pengecekan barang dimulai. Saya mendapat petugas yang mengatakan "Kamfiltah" kepada saya. “I’m sorry, would you repeat it?” “Kamfilta!” “I’m really sorry but I can’t understand what you are saying.” “KAMFILTAH!” Sementara dia memukul kertas tipis dengan gambar laptop di dalamnya, berkali-kali.


Ah, ternyata yang dimaksud adalah Computer atau laptop. Saya terlanjur pias & terhenyak karena bentakannya. Bergegas saya keluarkan laptop saya dan meletakkan di bak yang akan dimasukkan ke ban berjalan, pun dengan tas dan barang bawaan lainnya. Petugas berikutnya mungkin iba melihat saya, ia pun menunjukkan jalan sambil mengucap terima kasih dengan nada yang manisss sekali.

Imigrasi selesai, kami pun beranjak. “Buk, laperrr…” Panggilan alam dari Hayu. Oke, mari kita cari makan. Sebelumnya saya sudah browse, tempat makan apa yang halal di HKIA (Hongkong International Airport). Tertulis di lantai 6, oh itu sudah terlihat banyak jajaran took & tempat makan. Okeh. Dua kali memutar lantai tersebut, mengapa tidak ada tulisan Popeye (nama restorannya) sama sekali? Teringat bahwa di tas saya masih ada yoghurt sisa makan pagi di pesawat sebelumnya. Saya tawarkan kepada Hayu. Setelah dimakan satu suap, “Huek! Kecut! Emoh aku Buk!” Hm, baiklah.

HKIA, transit berkepanjangan.
Setelah terlihat ada petugas yang sedang lowong, saya bertanya di mana sebenarnya letak Popeye ini. Kejutan! Karena ada renovasi besar-besaran di area makanan, tenant ini tutup sodara! Okay, lalu apakah ada opsi tenant penjual makanan halal lainnya? Ada! Letaknya di East Wing, sedangkan saya di West Wing. Tidak apa-apa, bisaa lah, berapa sih jaraknya? Sepuluh sampai lima belas menit berjalan kaki katanya. Hm, jika berjalan bersama balita, rumusnya adalah kalikan 2. Kuatkah Hayu berjalan setengah jam dengan derajat kelaparan seperti ini? Mari kita coba. 

Ternyata Hayu kuat berjalan 45 menit. Kabar buruknya? Kami kesasar, hahaha. Kalau diingat-ingat lagi sekarang sih konyol & lucu karena ngotot untuk berjalan sejauh itu, tapi saat itu pusing dan capek mendera jadi tak bisa berpikir jernih. Mengapa? Karena sebenarnya saya punya P*pmie di tas, seperti disarankan pak Rendy untuk dibawa sebagai bekal di HKIA karena banyak fasilitas “water zone” yang menyediakan air panas & air dingin untuk umum. Akhirnya kami menyerah, duduk di boarding area yang paling dekat dengan “water zone”, menyeduh P*pmie dan teh tarik. Alhamdulillah.
Wajah hepi Hayu.

Kami transit di HKIA selama 9 jam. Awalnya saya berencana untuk pergi ke kota untuk melihat-lihat Hongkong atau beli eggtart. Rencana ini saya batalkan karena cuaca & ternyata memang keputusan yang tepat karena saat itu adalah waktu demo atas hukum ekstradisi yang akan diterapkan oleh Carrie Lam (pemimpin Hongkong saat ini) mengalami ekskalasi. Demo ini adalah yang terbesar dalam sejarah pemerintahan Hongkong. 

Selama transit, Hayu menolak untuk tidur atau sekadar memejamkan mata. Saya khawatir ia akan tertidur tepat saat kami boarding dan dengan bawaan yang ada di tangan, tak mungkin menggendong anak 4 tahun ini. Sedih tapi perkiraan saya akurat. Satu jam sebelum boarding gate dibuka, ia tertidur lelap. Tapi memang hari itu adalah hari yang sangat panjang, telah ia mulai sejak pukul 4 pagi. Agar tidurnya sedikit lebih panjang, saya tak membangunkannya sampai antrean masuk pesawat mulai menipis. Kami adalah penumpang terakhir yang masuk. Saya berhasil membangunkan Hayu meski ketika  berjalan sempoyongan layaknya dewa mabuk. Tak apalah, yang penting kami selamat sampai di tempat duduk pesawat.

14 Juni 2019 00.15 waktu Hongkong, pesawat kami take off. Perjalanan ini masih menyisakan 16jam lagi untuk ditempuh. Ya Allah, nyuwun kuat kaliyan sehat.  

You Might Also Like

0 comments