Bertahan di Masa Ketidakpastian

06:09:00

Sejak gonjang-ganjing perihal coronavirus mulai merebak & menyebar di tanah Britania Raya, saya serta merta tiarap. Awalnya karena kebetulan Hayu jatuh sakit lalu kemudian menulari saya dan juga Mas Rendi dan akhirnya menjadi siklus yang tak henti berputar di antara kami. Lalu bertubi-tubi dari sekolah Hayu libur, panic buying yang terjadi di supermarket di sini. Saya turut sedih melihat lansia menatap nanar rak-rak kosong tanpa mendapatkan kebutuhan pokoknya. Menyaksikan hal tersebut dengan mata kepala sendiri membuat kepala tak berhenti berpikir & membayangkan hal yang muram.



Kemudian saya memutuskan untuk menarik diri. Merawat diri dulu. Saya percaya kalau hal terbaik yang bisa kita berikan kepada orang lain harus diawali dari menjaga diri kita sendiri. Saya berhenti mengunggah dan mengonsumsi sosial media. Saya tidur jauh lebih lama antara 8 sampai 10 jam. Saya mengurangi hal-hal yang kurang penting kemudian menyesuaikan diri dengan berbagai hal yang baru di sekitar termasuk di pekerjaan juga. Dan saya merasa jauh lebih baik sekarang, meskipun apa yang ada di benak saya belum betul-betul terorganisir.

Masalah coronavirus ini sangat pelik, sulit dan membutuhkan banyak sekali usaha untuk menyelesaikannya. Saya pribadi ketika memandang dan berusaha menilai objektif, tidak pernah terbersit bahwa (ternyata) banyak hal yang bisa saya syukuri saat ini. Semakin hari semakin merasa tawakal sembari terus berusaha. Hal ini linear dengan kesadaran , sebenarnya banyak sekali hal yang bisa saya lakukan dalam menghadapi virus ini. Saya merasa tidak ditinggalkan olehNya dan bantuanNya datang bahkan di saat yang tak terduga. Misalnya ketika saya menahan diri untuk tidak panic buying meskipun di dalam kepala juga berkecamuk: bagaimana nanti kalo persediaan makanan habis? Bagaimana anak saya, mau makan apa? Manusia memiliki naluri untuk bertahan dan mempertahankan diri. Ketika saya memutuskan untuk tidak turut dalam arus panic buying, rezeki itu malah seperti tidak ada habis-habis datang dari berbagai arah dan ini bukan hal yang mudah dipahami nalar semata.

Sekarang alhamdulillah sudah cukup lega, fisik juga sudah lumayan memadai dan saya ingin pelan-pelan menata rencana untuk mungkin 3 sampai 12 bulan ke depan. Apa bisa? Apa yang bisa direncanakan di kurun waktu yang tidak menentu? Saya ingin mengutip kalimat dari Profesor Chris Witty, Chief Medical Officer UK. "And I think we should not be under any illusions that if we just do this for a couple of weeks, that is sufficient. This is going to have to be prolonged period." Saya bersyukur ia berani dan mampu menjelaskan perihal sulit ini dengan gestur yang kalem dan terukur. Di kesempatan lain ia bahkan menyebutkan bahwa dengan adanya coronavirus, pola hidup dan pola sosial kita bisa berubah di masa mendatang. Menerima kenyataan seperti ini tidak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Dengan perencanaan yang baik & matang, bersandar pada ilmu pengetahuan, mungkin sekali untuk mempersiapkan diri ini untuk melakukan dan mencapai hal yang terbaik. Peringatan ini bukan untuk menakuti, tetapi menyemangati. Yuk, sama-sama dengan lapang dada menerima perubahan dan menyiapkan apa saja yang harus kita lakukan agar tangguh, sigap untuk bangkit dari pandemi ini.

You Might Also Like

0 comments