cooking

First Bucks Always The Sweetest

08:34:00


Last week I posted a picture in my instagram account: three boxes in a frame showing pictures of traditional javanese yellow rice, a decorated ricebox and a logo named Kukila. Alhamdulillah, that was my first time in having bucks from my cooking creation. Yeaaayyy! =D

The first step is always the biggest, and anything you earned is priceless & sweet. I've been already feel the fruits of my hard work in communication skills, translation, public speaking, selling, arts, organizing events and so on. But cooks? I never thought of it. And it doubled the panic attacks, the curiosity and the happiness.

It starts when mas Igak, my former boss & a good friend as forever asked me to make a complete javanese yellow rice packaged in a box for his daughter's birthday. He asked me to decorate it with "Princess" theme. Okay, I suddenly have a head Full of doubt and a heartbeat which keep increased. I believe that I could make it as my pleasure, but take it as an order which need to be responsible is quite new to me.

I need reassuring myself over and over by asking my mom & hubby's opinion about my own capabilities. After did several profit calculations and simple maths of my guts, I choose to receive the order.

About the food & recipes, checked. The deco & shapes, a gigantic question mark raised. I have an idea to make it as a bento concept, but it doesn't suit "Princess" theme. Then I tried to search the moulding for the rice. It's a completely unbeatable hunting. Finally I made it into 3 shapes: teddy bear, heart & butterfly. I tried to add "Princess" feeling by stick a Cinderella picture to the perkedel skewers. Hehe.

For the outside decoration, I put colourful tape and top it off with the logo of Kukila. I made the logo image with Snapee, 20 minutes in my cellphone. Not bad, isn't it? ;)
I already have Kukila blueprint since last year. I am not sure when will I start the whole plan. But when I did this project, I thought it was a clear sign (and a loud pray) to start Kukila bit by bit. And the most important is starting it now.


Since then I was a (trying hard to be) busy bee, prepare every step by myself. The time has come and I hope I could complete all the lines in the blueprint. Wish me luck, fellas! =*

cheri

Why Not?

11:03:00

"Ayo dong mbak, kasih tau po'o.."
"Aku udah kasih tahu yang kamu perlu tahu, sisanya nanti kamu tahu jawabannya sendiri kok di dalam prosesnya."
"Ayo tala mbak... Berarti kamu tahu kan apa yang bakal aku dapet nantinya, kasih tahu sekarang aja lho.. Ayo dong mbak.."
"Gini lho ya, kamu nanya ke aku, aku ga jawab karena aku tahu nanti jawabannya bisa beda kejadiannya di tiap orang. Tapi meskipun aku tahu seperti apa, kalo emang aku benar-benar ga mau jawab, terus kamu mau ngapain? Toh kamu juga ga bisa maksain. Dunia ga selalu sesuai pengharapanmu, nak. Itu yang namanya dunia nyata. Get real."


Percakapan di atas saya ingat betul terjadi sekitar 5 tahun yang lalu di unit kegiatan, antara saya dan adik angkatan. Percakapan itu kemudian menurunkan tensi kedekatan kami berdua. Saya tahu resikonya, dan saya memilih untuk mengambil resiko tersebut, demi kemaslahatan organisasi (waktu itu). Peran saya memang mengharuskan saya menjadi "bad cop", biar mereka lari ke "good cop" dan lebih mudah menerima masukan yang sebetulnya sudah kami (senior) pikirkan bersama sebelumnya. 

Di akhir cerita, organisasi dan kegiatannya berjalan lancar. Sukses seperti rencana. 
Tetapi, hubungan saya dan "nak" yang satu ini tidak pernah kembali layaknya semula. 

Apa dia tahu? Entahlah. Saya tidak berharap ia berpikir sejauh itu. Tapi, sejujurnya, saya juga tidak pernah menduga bahwa efeknya akan betul-betul memisahkan kami sejauh ini. 

Saya tahu, dan saya tidak ingin berandai-andai putar balik, menata kembali atau bicara tentang sejuta "jika" yang terdengar putus asa. Saya sudah memilih, maka saya berani menanggung apa yang sudah seharusnya jadi akibat. 

Dalam film, peran seperti saya ini biasanya bukan peran utama, tapi penting untuk jalannya cerita. Peran yang memberi "pilinan" pada film, memberi konflik untuk tokoh utama. Rasa-rasanya, dulu, saya tanpa henti bertanya sekaligus protes kepada Yang bikin skenario hidup ini: kenapa saya harus yang berada dalam posisi "bad cop", "bad guy", "bad girl"? When will I got the protagonist? Why always me? 


Itulah sebabnya, saya selalu jatuh cinta kepada tokoh-tokoh luar biasa yang "tidak-akan-pernah-mendapatkan-(cinta) peran-utama". Hati saya selalu bersama James Howlett a.k.a Logan a.k.a Wolverine, Damon Salvatore, Jacobs dan tokoh sampingan dengan cinta bertepuk sebelah tangan lainnya. Mereka lah pilinan yang membuat cerita menarik, tapi perasaan yang harus mereka alami tidak membuat orang tertarik untuk menjalani. Tokoh-tokoh ini pula yang membuat saya berkata pada diri sendiri, persis seperti #doapagi mbak Ayu Utami pagi ini:

Baiklah, saya berhenti ingin (menjadi protagonis), sebab tampaknya saya baru mendapat setelah tak lagi ingin.

Mengutip mbak Ayu lagi, saya memang belum tahu apa yang saya dapat justru setelah tidak ingin. Apa "nak" tadi tahu perasaan yang saya alami dan apa yang harus saya lalui? Belum tentu. Tapi saya tetap menjadi yang tersenyum di paling akhir, karena saya yang tahu seluruh peristiwa sampai ke bingkainya. Saya kemudian paham, bahwa saya menjadi atau adalah "orang yang jahat" karena saya bisa membuat ia, mereka atau anda berpikir demikian. Bukan sebaliknya. You really don't know until I said so

Sejak momen tersebut saya juga semakin tahu, meskipun saya "real bad-ass and super jackass", saya mendapat keluarga, sahabat, saudara, teman, tetangga yang hebat, saya mendapatkan kesempatan-kesempatan yang tidak ternilai. I completed three-quarter of my life bucket-list, in my nowadays age (Believe me, it's a long and super pretentious list). And I even got the boy: my precious partner in crime

Saya tahu apa yang saya dapat, setelah tidak ingin. Sejak saat itu saya tidak ingin menjadi protagonis dan antagonis. Saya tidak ingin jadi apa-apa, agar saya tahu semua yang saya dapat. 

Dan momentum yang telah berlalu itu membuat saya berhenti bertanya pada Tuhan. Bukan karena tingkat ketakwaan, kedewasaan, penerimaan takdir, ketakutan pada kematian atau remeh-temeh apa lah, tetapi karena saya pasti kesal jika pertanyaan saya dijawab dua kata saja olehNya: why not?

cheri

Terbayar Lunas

21:13:00

Kadang, yang dibutuhkan di penghujung hari yang menyebalkan & melelahkan adalah senyumnya saat tertidur di pelukan. Terima kasih telah berlelah-lelah mencari nafkah, menempuh jarak yang jauh & tetap memberi tatapan yang sama sejak bertahun tahun yang lalu.

Bonne nuit,
Ta cherie.

At Peace

02:08:00

Jam segini kalo jadi ibu rumah tangga itu bisa banget lho kebangun, karena kepikiran buat menanak nasi. Jaman dulu, mana ada ceritanya.. =D Yang ada begadang buat rally nonton film, serial, atau namatin buku.

Ah, malam ini rasanya sebentar sekali. Makan malam sambil berpetualang kuliner di kota yang baru ini. Agak spesial, karena memeringati 1 tahun pernikahan kami [Yeayy!]. Pulang ke rumah pun sudah larut. Saya yang memilih puasa hari ini (9 Juli) pun ragu untuk memejamkan mata. Tanggung. Dibuat tarawih juga habis sudah. 

Ternyata, sisa waktu yang senggang kok ya masih lama. Mau ngerajut, malah bikin ngantuk. Mau mulai tadarus ramadhan, suami ini sensitif sekali sama suara-suara. Kasihan lah kalau sampai terbangun. Jadilah saya biarkan pikiran saya mengembara sejauh mungkin. 

Satu tahun pernikahan ini luar biasa. "Sekolah" yang sebenar-benar sekolah. Ada materinya, ada tesnya, ada ulangan umum dan (yang menyenangkan sekali yaitu) naik kelas! Many ways beyond expectation. Beneran ga kebayang & ga kepikir tahapan-tahapannya. Misal, semenjak kecil kita pasti tahu satu atau dua orang yang bercerai, tapi tahukah kamu cara menjadi sahabat orang yang telah bercerai? Apa yang sebenarnya harus kamu lakukan? ---->> contoh soal ulangan.

Orang bilang kalo pisau itu punya 2 sisi. Nah, bertumbuh dewasa itu satu sisi, menjalani & mengusahakan kedewasaan itu satu sisi yang lain. Yang gawat, kadang-kadang bentuknya tidak bipolar begitu, tak tentu. Grey and another shade will be and indeed matters. 

Dulu, saya sangat tegas warnanya. Hitam ya hitam, putih ya putih. Kamu ga suka saya karena keras kepala atas "hitam"nya saya, pilihannya 2: bentrok atau menyingkir. Bahkan waktu SMP-SMA lebih gila lagi, kalau harus berhadapan, maka harus ada darah yang menetes. Eh, banyak pula kawan yang mengamini prinsip ini. Dasar remaja. 

Sekarang, dengan melihat suami yang lebih solid gradasinya, saya jadi lebih berhati-hati dalam memilih warna. Teu bisa sabodo lagi. 

Karena mikirin suami, pikiran saya pun jalan-jalan lagi.

Sedari dulu, saya bukan orang yang gampang lupa pada peristiwa lampau yang menghasilkan cekungan atau bukitan perasaan. Penyakit(/berkah) orang melankolis. Kalau dilanjut mikir, perjalanan cerita saya dan suami cukup berdarah-darah. Orang bilang, tujuannya itu bukan yang paling penting, tapi bagaimana perjalanan/prosesnya. Nah, untuk yang satu ini sepertinya saya ga setuju dulu. In my case, the process somehow locked me up into a suffocating jail that I've been through when I was in the valley of the journey. The only thing who keeps me going is the goal itself. Selama ini, saya menghadapi kenangan buruk dengan cara meletakkan masa lampau tersebut di sudut ring yang berlawanan, menjaga jarak dan tak mau dekat-dekat. Pemikiran saya: kalau saya tanpa jarak, maka memori-memori yang tidak menyenangkan akan mengambil alih kesenangan masa sekarang. Jadi lebih berjaga-jaga dengan menjauh saja. 

Tapi malam ini, saya memilih untuk mencoba gagasan baru: menggandeng masa lampau. Tujuannya ya untuk berdamai. Karena damai(ku) bukan seperti yang diucapkan pihak yang kalah perang, damai untuk meminta ampunan. Damai adalah menyadari hak/kewajiban tiap-tiap bagian dan meletakkannya tetap di tempat mereka sesuai fungsi & gunanya. Saya butuh untuk berdamai, pada masa lalu sendiri, suami, keluarga, bahkan dunia ini. Caranya gimana? Yaa, belum tahu. Hehe. 

Yang penting "innamal a'malu bin niat" kan? Hehe. 
Dan yang lebih penting, sudah saya mulai malam ini. 

Semoga ramadhan ini mendamaikan sisi-sisi hati yang bergeser satu sama lain. 

cheri

Surat Cinta Tahun Lalu

23:34:00

Juni telah berlalu dengan sangat cepat. Tak seperti biasanya, bulan kemarin tak satu pun postingan muncul dengan tema pertambahan umur saya. Separuh alasan karena saya merasa sangat tua di titik usia ini, separuh yang lainnya adalah, saya sendiri hampir lupa. Haha. Himpitan kewajiban dan tumpukan katabelece "perihal orang dewasa" menghabiskan seluruh porsi waktu saya. 

Mungkin, satu-satunya alasan saya tetap ingat adalah suami. Rela bangun tengah malam untuk menghujani ciuman dan mengucapkan doa yang manis dan optimis. Meski begitu, suami juga tak seperti biasanya. Surat yang sudah beberapa tahun tak pernah absen, kali ini bolos juga. Tidak masalah, karena untuk yang satu itu saya tidak akan alpa untuk menagihnya. Hehe. 

Surat buatan suami yang sampai di tangan saya selalu istimewa. Pertama, surat adalah wujud dari keintiman & keromantisan yang personal bagi saya. Kedua, surat ini diaku oleh penulisnya sebagai tulisan terbaik tiap tahunnya, karena dalam proses pembuatan ia berpikir dan berpikir terus menerus di tiap unsur surat itu. Lebih dalam dibanding tulisan-tulisannya yang lain, yang diakui oleh lebih banyak pembaca. 

Di postingan ini saya ingin membaca lagi surat yang diberikan pada hari ulang tahun saya tahun lalu. Saat itu kami sedang sibuk-sibuknya menyiapkan pernikahan, terpisah jarak Mojosari-Jogja, berulang kali berselisih paham dan dirundung rindu luar biasa. 

Catatan: bagian terbaik dari membaca ulang surat ini adalah menyadari bahwa semua do'a di dalamnya telah menjadi kenyataan. Merci beaucoup, mon Dieu. 


 "Surabaya, 14 Juni 2012

Untuk wanita yang kuhormati dan kucintai,


Vinka, 
Suatu kesulitan tersendiri ketika aku harus memilih kita akan kemana dan melakukan apa, sementara menemuimu dan berbincang denganmu saja aku sudah demikian bahagia. 

Lebih-lebih, kita hanya perlu bersabar untuk segera sampai pada rumah sederhana kita, dan memulai aktifitas sehari-hari dengan perbedaan besar: bahwa kita memulainya dengan intens, bersama-sama, berdekatan--secara harfiah. Bahwa kita mengawali hari dengan kecupan di dahi dan pipi kita masing-masing. Bahwa dengan itu maka secara harfiah pula kita saling memanggil satu sama lain suami dan istri. 

Itu sebabnya, kekasihku, aku memberikan selamat untuk ulang tahunmu bukan semata-mata karena engkau bertambah usia, melainkan karena perasaan bersyukur kepada Allah yang terus memberi waktu pada kita sepanjang ini untuk saling mencintai. Aku menemuimu bukan semata-mata karena aku rindu, tapi lantaran aku tak kuasa menahan bahagia sebab engkau masih diberi kesehatan untuk bisa kucium dan kucintai. 

Dus, aku memandang matamu bukan hanya menikmati keindahan binar itu, tapi karena aku tak sanggup memendam rasa syukur dari mata yang memantulkan masa depan yang cerah dan penuh suka cita. 

Vinka, 
Sebaiknya kita sama-sama berdoa, agar seluruh kangen dan sayang kita mampu meluruhkan hal-hal yang tak baik di antara kita sendiri, agar kasih dan asmara kita terus menguat mengalahkan yang buruk dari diri kita.

...Aku mencintaimu dalam nuansa dan kualitas yang masih sama, tak bergeser.


Rendy Pahrun Wadipalapa
--Kandidat master dan suamimu :*  "