lesson

Donor & Toleransi Rasa Sakit

04:27:00

Jumat pagi akhirnya saya berhasil donor darah, setelah 2 kali kunjungan gagal karena tekanan darah saya yang terlalu rendah. Saya sudah ikhlas sih, kalau memang kali ini gagal lagi, berarti mungkin belum waktunya saya untuk donor darah dan move on ke rencana bucket list after weaning saya selanjutnya yaitu puasa. Alhamdulillah, ternyata bisa juga.

Ini donor darah saya yang ketiga sejak pertama kali di tahun 2007 dulu. Kegiatan ini cukup punya banyak cerita. Misal saja, donor darah ini pernah membuat saya menyesal karena tidak bisa menjalaninya terhambat jarak. Adalah Iqbal Rais, senior saya di Sinematografi UA yang membutuhkan darah karena Leukimia yang dideritanya. Karena penyakit tersebut, donor darah harus dilakukan secara apheresis (proses pemisahan komponen darah, karena yang dibutuhkan hanya bagian tertentu seperti platelet atau trombosit) yang memakan waktu lebih lama dibanding donor darah biasa. Golongan darah kami sama, tapi saya sedang berada di Mojosari kala itu. Yang lebih sedih, beliau pulang ke pelukan Allah, tak lama setelahnya. Kejadian ini membuat saya berjanji pada diri sendiri untuk berbuat lebih dan mendukung apa saja yang berhubungan dengan kanker

Berikutnya di tahun 2013, saya sudah ke PMI untuk donor, tapi HB terlalu rendah. Eh ternyata positif hamil. Begitu pun di tahun 2014, terjadi lagi. Tiga bulan setelah saya keguguran, saya berniat untuk donor darah, hasil cek HB ternyata rendah lagi. Tidak disangka, ternyata hamil lagi.

Setelah hamil & melahirkan, saya merasa ambang batas saya dalam mentolerir rasa sakit meningkat pesat. Dulu, saya akan menjerit kecil ketika diambil darah untuk dicek HBnya. Sekarang saya bisa menjalaninya sambil mengobrol dan menggoda Hayu. Pun ketika jarum untuk donor masuk, dulu saya pasti menitikkan air mata sambil menahan sakit. Sekarang saya bisa melakukannya dengan memalingkan pandang saja. 

Hal ini menunjukkan betapa banyak manusia berubah, sembari tetap menjadi manusia itu sendiri. Hal yang saya takuti dulu, sekarang tidak begitu. Apa yang harus saya lalui dengan susah payah, bisa jadi mudah di kemudian hari. Kalaupun ada yang harus dipertahankan kuat-kuat, barangkali hanya kebaikan dan iman atas kebaikan itu sepenuhnya. 

#cocotkencono
=D

bisnis

Saya & Sheet Mask Korea

23:12:00

Akhir-akhir ini saya kepincut berat dengan sheet mask Korea nih. Asli. Kebanyakan nonton Jo Jung Seok kali ya, hahaha.

Alasan sebenarnya ada 2, tetapi berhubungan satu sama lain. Pertama karena dalam proses menyapih, hormon dalam tubuh tidak seimbang dan membuat daur hidup tubuh saya macam rollercoaster. Efek utamanya di siklus menstruasi. Kacau parah, sampai memutuskan ke obgyn, takut ada apa-apa. Setelah “diatur” siklusnya, sekarang sudah berangsur normal. Nah, efek dari menstruasi yang sangat acak itu berpengaruh di kulit saya, mulai dari jerawatan, mendadak sangat kering dan anomali lain yang belum pernah saya alami, bahkan di saat hamil. Jadi saya mulai mencari solusi perawatan kulit dari yang paling mudah ditemui di drugstore, salah satunya sheet mask.

Kedua, karena Hayu sudah berhasil disapih, ada rasa merdeka yang meluap-luap dan keinginan untuk merawat diri agar kembali seperti sebelum hamil. Pengen centil-centilan lah singkatnya. Tapi perawatan di salon juga tidak mendukung waktunya karena mas Rendy kesibukan mengajarnya juga sudah normal. Go-Glam ga nyampe Sidoarjo juga. Alhasil sheet mask jadi jawaban semua penantian diriku.

Pengalaman pertama pakai Garnier Sakura itu, beli di Indomaret. Ini sudah senang sekali. Setelah menidurkan Hayu dengan sesabar mungkin dan berbagai upaya tanpa nenen, sheet mask yang makcles di wajah sambil harum menenangkan itu reward yang membisikkan “life is good baby, all is well” di telinga saya. Pagi-pagi cuci muka wajah pun segar bersinar kayak ga punya hutang. What a bless in this cicilan world yah. Hihihi. Masalah sebenarnya 21.000 rupiah dikalikan keinginan hati yang tak tentu sewaktu-waktu itu membuat otak berputar untuk cari solusi yang lebih irit.  Viva la cheapskate!

Petualangan saya membawa ke dunia sheet mask Korea yang bikin saya seperti anak kecil di toko mainan, ternganga takjub soalnya banyak bingitsss yang ingin dibawa pulang dicobain satu-satu. Celebon Platinum Essence Mask ini salah satu yang saya coba setelah Garnier. Cairan essence-nya berwarna putih susu yang agak keruh gitu. Wanginya saya netral ya, ga begitu suka tapi ya ga sampe ganggu. Dengan adanya gambar personil GFriend di kemasan Celebon ini pasti bikin orang mengasosiasikan bahwa dengan pakai masker ini bisa bikin kulit wajah kinyis-kinyis sekinclong adek-adek kiyut nan imut. Saya pun begitu. Sayang ras dan DNA tidak mengijinkan. Huahaha. Kulit jadi lembab dan kenyal, tapi tidak ada instant effect yang begitu berarti. Kalau harus memilih, saya akan memilih Garnier karena saya suka wanginya yang relaxing. Tapi hal ini wajar sih kalau melihat harga Celebon yang masih di bawah Garnier (di Guardian 17k-18k, kalau di sini 15k).

Sampai detik ini saya sudah mencoba 4-5 merk berbeda. I’ll tell you a lot about the journey. Jangan heran ya nanti kalau tiba-tiba blog isinya sheet mask melulu. =D Dan karena saya mengalami kesulitan cari sheet mask yang oke dan ramah fulus, saya bertekad agar kalian tidak melalui jalan terjal berduri ini. *tsah! Jadi selain berbagi pengalaman, saya juga jualan masker dengan harga terjangkau sekaligus teruji. Hehehe. Sambil menyelam memungut mutiara nih ceritanya.. Klik di sini ya untuk yang tertarik!


Oh iya, ini lho yang namanya Jo Jung Seok… ;)


life

Convo #4: Let's Live Our Dream

23:20:00

Dawn, window opened and the fog just melt.

C: I’ve been thinking a lot, and on, and more, and for a long time.
B: About?
C: About us, about you. Do you know when you’re really attractive & cool to me?
B: When?
C: When you’re doing things that you love, passionately.
B: *smirk
C: So, this accident saddened me a lot not because of your physical wound. I mean, yes it hurts you so it hurt me too but it’s not as hurt as I saw you stare blankly from time to time. I hate that when you answered nothing to my “what’s on your mind now” question. Obviously you’ve been full of thought and not sharing ‘em just made me sad and scared at the same time.
B: Well…
C: So, my point is, perhaps, this series of low time are the exact time where we should think over our purpose. Not only the career or academic stuff like last time, but our life in general. Perhaps you should really ask again, what’s your truest dream. What’s the thing that burning all the time, you’d love them no matter what, through thick & thin? Making the school, the boxing, and the chess? I’ve been so in love selling things since I was elementary school and the knitting stuff made the love doubled. I want you to do something as passionately as I am. I believe you won’t make me and our daughter starved, until any time. That’s why, even I’m not suggesting you to quit your job or back to square one, I want you to know as if you think you have to do them, let’s do that. I’m okay & ready with it. Let’s live our dream, together as ever.


Notes: Thinking to say the last 3 sentences just so scary AF. 
But after it’s been said, I feel free. Love is truly liberating, though. 

cheri

The Subject of My Curiosity

23:23:00


“Semoga dengan (ke)jujur(an) ini, tidak mengurangi rasa cintamu kepadaku.”
“Jelas tidak lah. Malah dari kejujuran ini ada hikmah yang bisa dibagi.”

Sometimes I wonder how you could make me curious every day. 
I often ask to myself, what was hidden in the folds of your brain. 
I am trying to count, 
how many books you read to make the smooth logical thinking works in any situation. 
How many boxing fights and chess rounds that you analyze? 
How those eyes staring clearly in the hazy political career? 
How could you flop and turning back in the same road twice or even third times? 
How could you peel me by layers through the time, 
while I’ve already thought I was transparent since the beginning?

It’s because there’s so much I don’t know, that I’m here……….
"The subject of my curiosity forever." I like that. 
I will be curious about you and love you forever. 
I will be curious about you and live with you forever.
But just don’t drive me crazy.”
(Lee Hwa Shin, Jealousy Incarnate)