Why Not?

11:03:00

"Ayo dong mbak, kasih tau po'o.."
"Aku udah kasih tahu yang kamu perlu tahu, sisanya nanti kamu tahu jawabannya sendiri kok di dalam prosesnya."
"Ayo tala mbak... Berarti kamu tahu kan apa yang bakal aku dapet nantinya, kasih tahu sekarang aja lho.. Ayo dong mbak.."
"Gini lho ya, kamu nanya ke aku, aku ga jawab karena aku tahu nanti jawabannya bisa beda kejadiannya di tiap orang. Tapi meskipun aku tahu seperti apa, kalo emang aku benar-benar ga mau jawab, terus kamu mau ngapain? Toh kamu juga ga bisa maksain. Dunia ga selalu sesuai pengharapanmu, nak. Itu yang namanya dunia nyata. Get real."


Percakapan di atas saya ingat betul terjadi sekitar 5 tahun yang lalu di unit kegiatan, antara saya dan adik angkatan. Percakapan itu kemudian menurunkan tensi kedekatan kami berdua. Saya tahu resikonya, dan saya memilih untuk mengambil resiko tersebut, demi kemaslahatan organisasi (waktu itu). Peran saya memang mengharuskan saya menjadi "bad cop", biar mereka lari ke "good cop" dan lebih mudah menerima masukan yang sebetulnya sudah kami (senior) pikirkan bersama sebelumnya. 

Di akhir cerita, organisasi dan kegiatannya berjalan lancar. Sukses seperti rencana. 
Tetapi, hubungan saya dan "nak" yang satu ini tidak pernah kembali layaknya semula. 

Apa dia tahu? Entahlah. Saya tidak berharap ia berpikir sejauh itu. Tapi, sejujurnya, saya juga tidak pernah menduga bahwa efeknya akan betul-betul memisahkan kami sejauh ini. 

Saya tahu, dan saya tidak ingin berandai-andai putar balik, menata kembali atau bicara tentang sejuta "jika" yang terdengar putus asa. Saya sudah memilih, maka saya berani menanggung apa yang sudah seharusnya jadi akibat. 

Dalam film, peran seperti saya ini biasanya bukan peran utama, tapi penting untuk jalannya cerita. Peran yang memberi "pilinan" pada film, memberi konflik untuk tokoh utama. Rasa-rasanya, dulu, saya tanpa henti bertanya sekaligus protes kepada Yang bikin skenario hidup ini: kenapa saya harus yang berada dalam posisi "bad cop", "bad guy", "bad girl"? When will I got the protagonist? Why always me? 


Itulah sebabnya, saya selalu jatuh cinta kepada tokoh-tokoh luar biasa yang "tidak-akan-pernah-mendapatkan-(cinta) peran-utama". Hati saya selalu bersama James Howlett a.k.a Logan a.k.a Wolverine, Damon Salvatore, Jacobs dan tokoh sampingan dengan cinta bertepuk sebelah tangan lainnya. Mereka lah pilinan yang membuat cerita menarik, tapi perasaan yang harus mereka alami tidak membuat orang tertarik untuk menjalani. Tokoh-tokoh ini pula yang membuat saya berkata pada diri sendiri, persis seperti #doapagi mbak Ayu Utami pagi ini:

Baiklah, saya berhenti ingin (menjadi protagonis), sebab tampaknya saya baru mendapat setelah tak lagi ingin.

Mengutip mbak Ayu lagi, saya memang belum tahu apa yang saya dapat justru setelah tidak ingin. Apa "nak" tadi tahu perasaan yang saya alami dan apa yang harus saya lalui? Belum tentu. Tapi saya tetap menjadi yang tersenyum di paling akhir, karena saya yang tahu seluruh peristiwa sampai ke bingkainya. Saya kemudian paham, bahwa saya menjadi atau adalah "orang yang jahat" karena saya bisa membuat ia, mereka atau anda berpikir demikian. Bukan sebaliknya. You really don't know until I said so

Sejak momen tersebut saya juga semakin tahu, meskipun saya "real bad-ass and super jackass", saya mendapat keluarga, sahabat, saudara, teman, tetangga yang hebat, saya mendapatkan kesempatan-kesempatan yang tidak ternilai. I completed three-quarter of my life bucket-list, in my nowadays age (Believe me, it's a long and super pretentious list). And I even got the boy: my precious partner in crime

Saya tahu apa yang saya dapat, setelah tidak ingin. Sejak saat itu saya tidak ingin menjadi protagonis dan antagonis. Saya tidak ingin jadi apa-apa, agar saya tahu semua yang saya dapat. 

Dan momentum yang telah berlalu itu membuat saya berhenti bertanya pada Tuhan. Bukan karena tingkat ketakwaan, kedewasaan, penerimaan takdir, ketakutan pada kematian atau remeh-temeh apa lah, tetapi karena saya pasti kesal jika pertanyaan saya dijawab dua kata saja olehNya: why not?

You Might Also Like

0 comments