journey

Pertanyaan-Pertanyaan tentang Kepindahan Kami

15:25:00

Beberapa hari lalu ada yang bertanya, mengapa kami harus berpindah ke Leeds? Apakah karena pak Rendy sekolah lagi? Hehe, ya, saya tidak menjelaskan ini di postingan sebelumnya. Betul, pak Rendy sedang menempuh studi lanjutan di sini. Mengapa harus ikut semua? Mengapa tidak Bapaknya saja yang berangkat? Butuh biaya banyak kah? Apakah tidak takut? Bagaimana dengan sekolah Hayu? Apa tidak kasihan dengan Hayu yang harus beradaptasi? Kira-kira itulah pertanyaan-pertanyaan yang paling banyak saya dapatkan dari kawan & kerabat ketika mengetahui rencana kami untuk berpindah ke Leeds. 

Pertanyaan awal adalah yang paling mudah dijawab: Mengapa harus ikut semua & tidak hanya Bapaknya saja yang berangkat? Karena kesepakatan. Haha. Sebelum saya menjalin komitmen dengan suami, kami sudah ngomong ngalor-ngidul jauh sekali ke depan yang menghasilkan beberapa kesepakatan mendasar di antara kami berdua. Salah satunya adalah no living apart/long distance marriage. Itulah mengapa dulu sejak awal, tepat seusai pernikahan saya langsung ikut ke Jogja, ketika pak suami mengambil master. Tentu setiap pilihan ada konsekuensinya. Misal, saya tidak memilih karir yang mengharuskan ikatan kedinasan, mempersiapkan tabungan lebih karena harus siap ongkos hidup yang lebih tinggi, dst. Menurut kami, konsekuensi ini sebanding dengan rasa damai & ayem ketika kami bersama-sama setiap harinya. 

Apakah butuh biaya banyak? Jujur, iya, hehe. Meski banyak versi kami belum tentu sama ya dengan versi teman-teman pembaca. Jawaban ini sepertinya akan saya bahas di postingan lain karena kebetulan ada kawan yang meminta informasi rinci, sebab berencana untuk membawa keluarga juga ketika lanjut studi.  

Apakah tidak takut? Takut, sedikit. Was-was, tak berhenti kepikiran tapi di saat yang sama juga senang dan tertantang. Bagaimana dengan sekolah Hayu? Hayu tentu akan bersekolah di sini, bukan suatu masalah. Apa tidak kasihan dengan Hayu yang harus beradaptasi? Hm, saya yakin bahwa proses adaptasi ada tantangan masing-masing, tidak hanya untuk Hayu tapi juga saya & suami. Saya percaya kami bisa mengatasinya, termasuk tentang adaptasi sekolah Hayu. 

Tentang sekolah Hayu, ada yang menarik karena di saat yang bersamaan di tanah air sedang cukup riuh protes pendaftaran sekolah dengan cara zonasi. Di sini, kami pun mengalami hal yang sama karena usia Hayu 4 tahun sehingga masuk di tingkat Reception dan pendaftarannya pun tersentralisasi diatur langsung oleh City Council atau Dewan Kota. Apa tidak ada sekolah favorit? Ada, ada ranking penilaian masing-masing sekolah yang jelas terpampang & bisa diakses publik kriterianya apa saja. Tapi apa tidak rebutan? Ya tentu ada persaingan ketat rasio pendaftaran di sekolah “unggulan”, tapi sekolah juga sudah memiliki kebijakan atas indikator prioritas apa yang digunakan untuk menerima siswa. Saat ini kami masih dalam tahap menunggu “penawaran” resmi dari sekolah, jadi saya ingin menyelesaikan seluruh proses dulu sebelum bercerita selengkapnya tentang pendaftaran sekolah Hayu. Semoga nanti bisa menjadi sudut pandang yang segar dan gagasan alternatif sehingga pembaca tidak semata-mata ngotot di pro atau kontra atas sistem zonasi. 

Semoga bisa menjawab pertanyaan di benak kalian. Cheers!

family

Perjalanan Surabaya-Leeds (Bagian 2)

16:16:00


Apa yang kalian lakukan dalam penerbangan selama 14 jam? Tidur, makan, tidur lagi. Ada untungnya juga Hayu tidak tidur sama sekali di perjalanan sebelumnya, karena dalam penerbangan dari Hongkong ke London 75% dilewatinya dengan tidur. Ia beberapa kali terbangun sambil setengah ngelindur, tapi masih terhitung mudah diatasi. Penerbangan dengan British Airways ini yang mengesankan adalah special meal saya & Hayu diperhatikan. Untuk moslem meal, saya mendapatkan masakan dengan cita rasa Timur Tengah. Yang pertama nasi basmati & kambing, yang kedua couscous & ayam. Untuk Hayu kami order child meal saat memesan tiket. Makanan pertama tidak termakan karena ia tidur lelap, yang kedua adalah omelet, sosis, kentang dan sayuran. Yang menarik adalah di penerbangan pak Rendy, meski sudah saya request di pemesanan tiket (via situs agensi tiket), tetapi moslem meal itu tidak diberikan dan makanan yang diterima sama seperti penumpang lain. Untuk saya dan Hayu, saya mengatur juga via app masing-masing maskapai penerbangan (app British Airways & Cathay Pacific). Bisa jadi catatan untuk teman-teman yang akan terbang, menginstall app sesuai maskapai penerbangan kalian menurut saya cukup membantu. Termasuk untuk informasi terbaru & paling update untuk penerbangan kalian. Contohnya ketika HKIA sedang kacau kemarin (karena demo & hal lain, cek post sebelum ini), di papan informasi hingga setengah jam sebelum boarding gate dibuka, masih belum muncul ada di gate berapa. Tetapi di aplikasi sudah tercantum sejak 4jam sebelumnya.

Heathrow pagi itu mendung. Hati saya berderap. Wow, ini adalah benua yang sepenuhnya lain. Turun dari pesawat aksen tebal khas Inggris menyambut. UK Border, tulisan besar ini terpampang besar. Antrean cukup panjang mengular. Di luar dugaan, Hayu mengeluh haus. Dan tidak biasanya, ia mengeluh sampai hampir menangis. Dengan susah payah & berulang-ulang saya menjelaskan bagaimana keadaan kami yang harus mengantre dulu dan baru bisa mencari atau membeli air minum. Hal ini makan waktu & kesabaran. Butuh waktu mengantre sekitar 20 menit hingga sampai giliran kami. Syukurlah pertanyaan yang diberikan kepada kami terjawab dengan lancar. Hal yang saya khawatirkan bahwa kedatangan kami yang tepat di tanggal expired visa kami ternyata tidak dipermasalahkan. Petugas imigrasi berpesan agar kami membawa paspor & BRP (Biometric Residence Permit) kami jika akan bepergian dari dan ke Inggris, karena itulah izin untuk kami tetap tinggal di Britania Raya ini. 

Pemeriksaan surat-surat lancar, selanjutnya adalah pemeriksaan barang bawaan kami. Alhamdulillah cukup cepat, bahkan saya tidak perlu melewati beberapa bagian seperti dimana pak Rendy sampai mencopot sepatu untuk diperiksa. All clear, kami pun akhirnya memasuki bagian komersial bandara Heathrow yang sibuk dan gemerlap. Sesuai yang dijanjikan kepada Hayu, hal pertama yang kami lakukan adalah beli minum. Air mineral, cemilan kacang-kacangan campur & lip balm untuk saya. Oh iya, lip balm ini istimewa. Ini adalah kado untuk saya sendiri, sekadar memento* bahwa saya bertambah umur di hari itu. Hey, saya 30 tahun!

Di Heathrow kami tak menunggu lama. Berkenalan juga dengan Sacha, teman perjalanan yang ternyata menaiki pesawat yang sama sejak di Hongkong, dan juga menuju Leeds. Ia adalah penduduk Hongkong yang datang ke Leeds dengan tujuan untuk melamar tunangannya. Bagaimana ya kabarnya sekarang, semoga lamarannya diterima. Tak sampai sejam kami menunggu di boarding gate, kemudian dipersilakan untuk masuk pesawat. Tepat sejam kemudian kami sudah sampai di bandara Leeds Bradford. Yang menarik, ketika mendarat saya sempat melihat kawanan domba berlarian. Domba, wool, pemintalan, benang rajut, wah pikiran saya meloncat-loncat senang. Itulah hal-hal yang ingin saya pelajari ketika di Leeds. Semoga Allah memudahkan.

Turun dari pesawat, kami harus menunggu bagasi. Dua puluh menit dan bagasi telah lengkap di tangan kami. Keluar dari bangunan bandara, hujan rintik-rintik. Suhu dingin pun mulai terasa. Nafas saya menjadi kabut tipis ketika berbicara. Dari pengalaman pak Rendy ia memilih menggunakan Uber untuk sampai di flat tempat tinggal kami. Tapi jika saya melakukan hal yang sama, saya harus mengganti simcard terlebih dahulu, install app dan baru dapat menaiki Uber. Karena kondisi badan yang sudah capek dan dingin, saya memutuskan untuk menggunakan taxi bandara saja. Di luar dugaan ternyata lebih murah. Tujuh belas pound terbayar dan kami pun meluncur. 

Jalan yang kami lewati berbukit-bukit. Di kemudian hari saya baru mengetahui bahwa memang area Leeds adalah area perbukitan & dataran tinggi. Rumah-rumah yang ada di perjalanan itu sepenuhnya berbeda. Hm, negara orang, daratan yang asing, tempat yang akan kami tinggali 3 tahun ke depan. Sepuluh menit perjalanan dan Hayu mulai mengeluh ngantuk. Saya bertanya kepada pengemudi taxi, berapa lama lagi jarak yang harus ditempuh. Lima sampai delapan menit saja. Saya meminta Hayu untuk tidak tidur dulu, karena jarak sudah dekat dan Bapak sudah menunggu. Hal ini ampuh membuat Hayu menahan kantuk. Tak lama taxi berhenti di depan bangunan 4 lantai yang berderet-deret. Kami tak dapat melihat nomor rumah kami yang berada di lantai atas. Bagasi pun dikeluarkan, lalu ketika saya memandang sekali lagi ke bangunan berpintu abu-abu di atas, nampak wajah familiar melambaikan tangan ke arah kami. “Bapak!” Hayu berseru keras. Perjalanan panjang ini telah usai. Kami telah sampai di rumah yang baru. Tapi petualangan kami baru akan dimulai. Bismillahirrohmanirrohim.

Perjalanan Surabaya-Leeds (Bagian 1)

15:24:00

Apa yang akan Anda lakukan pertama kali jika (secara mengejutkan) anda harus menjalani 30 jam perjalanan++ dengan seorang balita dalam 36 jam ke depan? Upaya pertama saya dalam menjaga kewarasan adalah minum teh kesukaan, menyesapnya dalam-dalam, dan mencoba tidak memikirkan apa pun. Yah, yang terakhir ini tidak berhasil karena kepala saya berputar tak terkendali dengan semua pikiran tentang apa yang akan terjadi.

Sebelum perjalanan dimulai.
Saya cukup terkejut, jujur. Karena saya pikir penerbangan saya adalah di tanggal 20an Juni. Tapi kenyataan berkata lain. Ketika visa saya datang, saya harus siap terbang seminggu lebih awal atau hanya punya waktu kurang dari 2 hari untuk bersiap-siap. Membersihkan kekacauan rumah, mengucapkan selamat tinggal pada tetangga, menjual sepeda motor, memeriksa dan memeriksa ulang semua dokumen yang diperlukan, dll.

But life must go on. Dibantu banyak oleh orang tua & keluarga, saya & Hayu akhirnya terbang pada 13 Juni. Apakah saya takut? Iya. Ini adalah penerbangan pertama saya ke luar negeri, dan bersama balita pula. Saya berkata pada diri sendiri, "Ini pasti akan berlalu" berulang-ulang. Penerbangan pertama adalah Surabaya ke Hongkong. Semuanya berjalan dengan baik. Hayu sangat senang karena hiburan dalam penerbangan Cathay Pacific cukup mumpuni. Satu penerbangan selesai, dua lagi.

Diantar Uti tersayang ke Juanda.


Sampai jumpa, Surabaya.
Pemeriksaan imigrasi di Hongkong sangat menantang. Tas saya masih berat berisi makanan untuk Hayu. Ia tidak ingin membawa tasnya sendiri, jadi ada satu tas ransel di punggung saya, satu tas ransel anak-anak di tangan saya dan jaket di bahu. Jaket adalah persiapan darurat karena pak suami mengatakan sangat dingin & hujan melulu di HK. Pengecekan barang dimulai. Saya mendapat petugas yang mengatakan "Kamfiltah" kepada saya. “I’m sorry, would you repeat it?” “Kamfilta!” “I’m really sorry but I can’t understand what you are saying.” “KAMFILTAH!” Sementara dia memukul kertas tipis dengan gambar laptop di dalamnya, berkali-kali.


Ah, ternyata yang dimaksud adalah Computer atau laptop. Saya terlanjur pias & terhenyak karena bentakannya. Bergegas saya keluarkan laptop saya dan meletakkan di bak yang akan dimasukkan ke ban berjalan, pun dengan tas dan barang bawaan lainnya. Petugas berikutnya mungkin iba melihat saya, ia pun menunjukkan jalan sambil mengucap terima kasih dengan nada yang manisss sekali.

Imigrasi selesai, kami pun beranjak. “Buk, laperrr…” Panggilan alam dari Hayu. Oke, mari kita cari makan. Sebelumnya saya sudah browse, tempat makan apa yang halal di HKIA (Hongkong International Airport). Tertulis di lantai 6, oh itu sudah terlihat banyak jajaran took & tempat makan. Okeh. Dua kali memutar lantai tersebut, mengapa tidak ada tulisan Popeye (nama restorannya) sama sekali? Teringat bahwa di tas saya masih ada yoghurt sisa makan pagi di pesawat sebelumnya. Saya tawarkan kepada Hayu. Setelah dimakan satu suap, “Huek! Kecut! Emoh aku Buk!” Hm, baiklah.

HKIA, transit berkepanjangan.
Setelah terlihat ada petugas yang sedang lowong, saya bertanya di mana sebenarnya letak Popeye ini. Kejutan! Karena ada renovasi besar-besaran di area makanan, tenant ini tutup sodara! Okay, lalu apakah ada opsi tenant penjual makanan halal lainnya? Ada! Letaknya di East Wing, sedangkan saya di West Wing. Tidak apa-apa, bisaa lah, berapa sih jaraknya? Sepuluh sampai lima belas menit berjalan kaki katanya. Hm, jika berjalan bersama balita, rumusnya adalah kalikan 2. Kuatkah Hayu berjalan setengah jam dengan derajat kelaparan seperti ini? Mari kita coba. 

Ternyata Hayu kuat berjalan 45 menit. Kabar buruknya? Kami kesasar, hahaha. Kalau diingat-ingat lagi sekarang sih konyol & lucu karena ngotot untuk berjalan sejauh itu, tapi saat itu pusing dan capek mendera jadi tak bisa berpikir jernih. Mengapa? Karena sebenarnya saya punya P*pmie di tas, seperti disarankan pak Rendy untuk dibawa sebagai bekal di HKIA karena banyak fasilitas “water zone” yang menyediakan air panas & air dingin untuk umum. Akhirnya kami menyerah, duduk di boarding area yang paling dekat dengan “water zone”, menyeduh P*pmie dan teh tarik. Alhamdulillah.
Wajah hepi Hayu.

Kami transit di HKIA selama 9 jam. Awalnya saya berencana untuk pergi ke kota untuk melihat-lihat Hongkong atau beli eggtart. Rencana ini saya batalkan karena cuaca & ternyata memang keputusan yang tepat karena saat itu adalah waktu demo atas hukum ekstradisi yang akan diterapkan oleh Carrie Lam (pemimpin Hongkong saat ini) mengalami ekskalasi. Demo ini adalah yang terbesar dalam sejarah pemerintahan Hongkong. 

Selama transit, Hayu menolak untuk tidur atau sekadar memejamkan mata. Saya khawatir ia akan tertidur tepat saat kami boarding dan dengan bawaan yang ada di tangan, tak mungkin menggendong anak 4 tahun ini. Sedih tapi perkiraan saya akurat. Satu jam sebelum boarding gate dibuka, ia tertidur lelap. Tapi memang hari itu adalah hari yang sangat panjang, telah ia mulai sejak pukul 4 pagi. Agar tidurnya sedikit lebih panjang, saya tak membangunkannya sampai antrean masuk pesawat mulai menipis. Kami adalah penumpang terakhir yang masuk. Saya berhasil membangunkan Hayu meski ketika  berjalan sempoyongan layaknya dewa mabuk. Tak apalah, yang penting kami selamat sampai di tempat duduk pesawat.

14 Juni 2019 00.15 waktu Hongkong, pesawat kami take off. Perjalanan ini masih menyisakan 16jam lagi untuk ditempuh. Ya Allah, nyuwun kuat kaliyan sehat.