Setelah hari kesekian dari lebaran: pulang kembali ke rumah sendiri, cucian menggunung & debu merengek minta disapu. Momentum Idul Fitri kali ini menampakkan ironi. Sebesar-besarnya rindu yang menumpuk pada kampung halaman ternyata ada rasa rindu yang mendesak perlahan, rindu pada gubuk perjuangan. Betapa "rumah" itu bergeser: dari rumah orang tua tempat bertumbuh ke sarang sendiri yang menjadi tempat bergulat & bermesra dengan dunia.
Memahami tempat kita selayaknya "pulang" itu penting, menurutku.
Karena dengannya ada tujuan, dan ada tempat kembali.
Memahami mengapa sesuatu itu wajib diperjuangkan, dan tahu kapan harus berhenti. Memahami bahwa ada rindu yang pantas dikerat kuat-kuat, dan kapan harus digenggam erat lagi.
Selamat Idul Fitri, kawan.