Sejak menikah, saya merasa saya bertambah egois dalam
berdoa. Doa semakin panjang, bermacam-macam dan cukup rewel. Terkadang muncul
juga rasa bersalah denganNya. Bagaimana saya meminta sederet keinginan padahal
ibadah belum jua sempurna? Tapi seperti syair Abunawas yang kerap dilagukan di
masjid & musholla sekitar rumah, saya sadar betul bahwa saya hanya seorang
manusia yang menghamba dan dengan segala keegoisan meminta Tuhan untuk tetap
menyelamatkan saya, terlepas dari kesalahan & dosa yang masih dipanggul.
Salah satu pinta yang rajin saya selipkan dalam doa adalah
dijauhkannya keluarga dari orang-orang yang iri & dengki, dari orang-orang
yang berniat buruk kepada kami. Sungguh, senyampang berjalannya waktu semakin
terasa bagaimana sebenarnya saya tidak pernah punya kuasa atas jodoh.
Orang-orang yang dipertemukan dengan saya, baik yang menjadi kawan atau lawan,
bagi saya ditautkan oleh benang tak kasat mata yang bernama jodoh. Entah rekan
kerja, tetangga, guru, saudara, mertua, anak, tak ada yang benar-benar dapat
kita pilih dan harap seperti kemauan kita.
Alhamdulillah, sampai sekarang saya merasa doa yang satu
ini dijawab dengan kontan oleh Tuhan. Ia mengirimkan banyak sekali orang-orang
dengan kebaikan di sekitar kami. Bahkan jika ada yang berniat buruk pun selalu
tampak dengan sengaja ataupun tidak, secara langsung atau tidak. Dan saya
sangat bersyukur atas semua ini, karena adalah suatu yang niscaya, hubungan
antar manusia adalah hubungan yang rumit dan penuh variabel tak terduga di
dalamnya.
Benar, memang banyak yang bilang jika orang yang
dipertemukan dengan kita pasti punya peranan untuk membentuk pribadi atau
bahkan sebagai ujian ketahanan. Tetapi, saya hanya menggunakan kesempatan
sebagai seorang hamba yang diperbolehkan berdoa untuk meminta, maka saya
meminta untuk dilingkupi hanya oleh orang-orang yang dapat membawa dan menjaga
saya terus berada di jalanNya. Boleh kan ?
=)