Cerita di Balik Podcast VIP Talks
04:16:00
Saya bikin podcast loh. Haha. Iya, saya baru saja meluncurkan podcast bersama kawan saya mbak Cahya Haniva berjudul VIP Talks (Vinka Iphip Pillow Talks). Kami berdua alumni jurusan Komunikasi FISIP di Universitas Airlangga sekaligus UKM Sinematografi UA. Sekarang mbak Iphip (panggilan akrabnya) sedang mengambil master Family Studies di University of Minnesota. Sejak dulu sebenarnya kami sudah sering berdiskusi tentang perempuan, pernikahan, relationship. Selang waktu berjalan, saya berpikir bahwa hal-hal yang kami bahas ini sebenarnya bisa bermanfaat juga untuk orang lain di luar sana. Dari situlah saya "meminang" Iphip untuk membuat podcast bersama.
Tapi, sejujurnya, saya punya cerita lain. Sorry, Phip, just tell you this in this medium, I hope you wouldn't mind. Hehe. Tepat sebelum menikah saya bekerja di restoran sebagai asisten supervisor. Di suatu hari sahabat karib saya yang berdomisili di Jakarta pulang ke Surabaya dan ia setuju untuk mampir di resto untuk berjumpa. Ia sudah berkeluarga, tetapi ketika hari itu ia datang sendirian. Saya heran, karena saya juga rindu ingin bertemu istri & anaknya. Setelah ia memesan makanan & minuman, kami pun mengobrol hingga saya menanyakan mengapa ia hanya datang sendiri. "Iya, jadi gini Von, sekarang aku & *xxxx* sudah nggak bareng lagi. Kami memutuskan berpisah." Perumpamaan bagai petir menyambar di siang bolong rasanya paling tepat untuk menggambarkan perasaan saya saat itu. I hold them dear in my heart, and the sentence simply crashed me. Saya sungguh kaget dan secara otomatis bertanya bagaimana itu bisa terjadi, mengapa tidak pernah bercerita agar saya bisa membantu dan pertanyaan "polos" lainnya. Saya menangis sejadinya, perasaan saya campur aduk. Anak buah saya waiter & waitress semua bingung melihat saya. Kejadian ini membuat saya mempertanyakan ulang kepada diri saya sendiri, apa pentingnya pernikahan, untuk apa saya menikah dan apa betul saya perlu menikah (dengan pernikahan yang sudah direncanakan beberapa bulan berikutnya). Bahkan setelahnya menjadi diskusi yang luar biasa panjang bagi saya dan mas Rendy, apa yang harus kami persiapkan, apa yang harus kami lakukan & bagaimana pernikahan kami diperjuangkan nantinya.
Topik pernikahan sering kali dibahas dengan polarisasi. Media mengemas pernikahan dengan sangat romantis, indah, penuh dengan kebahagiaan. Tapi di kutub yang lain menggambarkan histeria ketakutan atas perceraian, misal seperti coverage pemberitaan perceraian selebriti yang berlebih, nilai-nilai negatif yang disematkan pada "kegagalan pernikahan". Ada area abu-abu pernikahan yang jarang dikupas dengan wajar, secukupnya dan analitis di media massa. Padahal area abu-abu inilah yang paling banyak terjadi dalam pernikahan itu sendiri.
Penempatan pernikahan dalam budaya juga turut punya andil. Budaya Timur menempatkan pernikahan sebagai ikatan yang sakral. Karenanya, it put marriage in pedestal. Diletakkan di panggung tertinggi penuh puja-puji. Sebagai sebuah pencapaian jika sudah menikah. Menjadi ada yang salah jika belum menikah. "Pengalaman buruk" yang terjadi dalam pernikahan kemudian ditutupi agar ia tetap sakral. Menyebutkan hal yang kurang cocok dalam pernikahan menjadi tabu. Bukankah dikotomi seperti ini tidak produktif & tidak solutif?
Saya ingin berbagi pengalaman & pengetahuan atas pernikahan sewajarnya & sejujurnya. Bahwa pernikahan itu fluktuatif, sama seperti hidup atau pasar saham. Dimana pertanyaan dapat diajukan dengan gamblang dan tak perlu takut akan penghakiman. Bagaimana mungkin sebuah ikatan seserius ini, yang dijamin haknya oleh negara, memiliki simpul teka-teki tanya yang jawabannya sering kali bikin keki. "Ah, nanti kalau jodohnya datang juga pasti tahu..." "Nanti kalau sudah menikah pasti tahu rasanya..."
Saya membayangkan pernikahan (serta keluarga yang dibentuk) adalah tempat & wadah yang nyaman untuk siapa saja bertumbuh. Tentu untuk mewujudkannya butuh usaha. Dan jika podcast ini dapat membantu satu orang saja yang sedang berusaha memahami pernikahan, I'm paid off.
I can't save my best friend marriage and it's okay. It's not my responsibility. Both of them are adults who have authority of their own life. Tapi saya bisa mencoba untuk membuat ruang yang aman untuk membantu orang lain mengetahui pernikahan, keluarga & perempuan dan mengambil manfaat untuk dirinya sendiri.
Episode pertama podcast kami berjudul "Is he the one? Panduan Tak Wajib untuk Mempertimbangkan Calon Pasangan Seumur Hidup". Saya & mbak Iphip membahas bagaimana menentukan seseorang sebagai partner dalam pernikahan. Silakan klik di sini untuk mendengarkan. Jika ada uneg-uneg, kritik, saran atau apapun, I'm all ears. Langsung email di vinkamaharani@gmail.com ya. Enjoy!
0 comments