Wall-Climbing & Bouldering

15:23:00



Banyak orang yang bilang “cieh-cieh” atau kagum ketika saya nge-twit tentang wall-climbing atau bouldering. Sebenarnya agak aneh juga. Mengingat kegiatan ini kan sederhana, memanjat atau penekan dalam bahasa jawa. Di Surabaya sendiri, banyak SMA-SMA yang memiliki wall, begitu juga universitasnya. Tetapi sepertinya tidak semua orang (mau)mendapat akses untuk menikmatinya. Sayang sekali, karena wall-climbing itu menyenangkan!

Saya mengenal wall-climbing pertama kali di bangku SMA. Sejak awal saya sudah tertarik untuk ikut bergabung dengan SMALAPALA (ikatan pecinta alam di SMA 5 Surabaya), tapi apa daya, ketika sudah waktunya diklat penerimaan anggota baru yang ke luar kota, orangtua tidak memberikan izin. Jadilah saya orang yang berstatus aneh: bukan anggota resmi, tapi kenal dengan orang-orang di dalamnya dan pernah mencoba berbagai latihannya.

Setelah masuk kuliah, di display UKM (pameran tiap-tiap Unit Kegiatan Mahasiswa untuk mahasiswa baru) saya memilih untuk bergabung dengan Sinematografi UA. Hal ini sesuai dengan minat saya yang belum dikembangkan sebelumnya, film. Kebetulan juga ketika display, Wanala UNAIR (UKM Pecinta Alam) menyajikan praktik rapling di stan-nya. Walah, kalo rapling sih saya sudah khatam nyobain *nyombong abis*, jadinya saya tidak tertarik lagi untuk mendaftar. Untuk UKM olahraga saya malah memilih Tenis. Tapi sama juga, akhirnya tidak aktif karena ternyata raket tennis Bopo sudah dihibahkan ke Om dan malas beli raket baru. =P Sampai sekarang setelah lulus saya masih penasaran, mengapa tidak ada UKM Tenis Meja yak? Coba saja ada, pasti bakat terpendam saya itu akan berkembang pesat. Kan saya juara 3 se-kecamatan waktu SD! Haha.

Beberapa bulan setelah menjadi MaBa (Mahasiswa Baru), saya pun mulai putar-putar keliling kampus, baik kampus A, B maupun C. Nah, setelah melihat wall yang ada di kampus C, saya spontan ternganga. ‘Sial, kenapa wall-nya asyik gini??? Tahu gitu ikut Wanala!’. Beberapa menit saya berdiri terdiam di depan wall melihat dari atas ke bawah, bawah ke atas. Huah. Sebal luar biasa. Kemudian terlintas di benak saya untuk berjanji: Gak perlu jadi anggota Wanala untuk manjat wall ini. Sebelum lulus saya pasti akan memanjatmu, wahai Dinding! *muncul kilat-kilat menyambar ala Highlander*

Tahun berganti tahun, sampai saat ketika saya sudah menyelesaikan skripsi Juli kemarin. Saya pun teringat janji yang belum terpenuhi itu. Wall yang sekarang jadi pemandangan sehari-hari sejak saya jadi part-timer di Rektorat kampus semakin menggoda untuk dipanjati. Hmm, bagaimana caranya yak?

Eh, mendadak ada anak Wanala, mas Dicky a.k.a Djarwo, yang nge-add saya di Facebook. Sudah kenal dari dulu sih, tapi ya sekedar kenal aja. Berhubung mas yang satu ini dulu mantan Ketua juga, I bet he’s still had a way to help me fulfill my pledge. Hurray! Tuhan memang baik hati kalo kasih jalan. Dengan pasang muka badak *tapi tetep manis* saya pun initiate perbincangan untuk minta bisa manjat di wall kampus. Eh, ternyata langsung di-iya-in. Yippie-yayy! *joget-joget tarian Mesir*

Janjian pertama, ga jadi manjat karena saya dapat tugas mendadak dari kantor sehingga lupa bawa sweatpants. Akhirnya cuma ngeliatin aja. Sempet tambah jiper sih, soalnya ternyata “jalur”nya susah. Beberapa mas-mas dan adek-adek banyak yang jatuh di papan 2-3. Herrrrr. Gimana nih? Hmpfh, mengutip Joko Anwar, promise is a promise, Mr. Politician. Saya harus manjat. Janjian kedua, finally, I did it!

Pertama-tama, ngeliat mas Dicky masang pengaman lewat belakang wall saya jadi pengen ikutan. Berbeda dengan wall di SMA, ternyata jarak tangga dengan puncak wall jauh, dan besi-besi penyangganya ini jarang silang-silangnya (persilangan yang bisa dipijaki). Walhasil saya pun langsung heri *heboh sendiri* ketika sampai di tengah-tengah. Pengen naik terus tapi kok ya susah minta ampun, mau turun kok ya nanggung. Setelah diyakinkan dan di-guide pelan-pelan *tapi tetep teriak-teriak heboh*, saya pun berhasil sampai di atas! Huwooooooo….
               
Turun dari belakang wall, tangan saya sudah merah-merah dan degup jantung ga karuan. Proses climb-down mesti bikin jantung deg-degan dua kali lipat. Kaki juga udah mulai licin berkeringat. Padahal belum manjat yang beneran alias dari depan. Nguik nguik. Mau minta batalin kok ya malu, pengaman uda dipasang juga, dengan menegarkan hati dan menyelamatkan diri dari malu yang tak terhingga, saya manjat juga deh. Cuma sampai papan 3 sih kayaknya. Tapi biarin deh, yang penting kan sudah terlaksana. Hehehe. Nih photo-photonya, biar kayak cicak gini tapi keren… =D Makasih ya buat Ma’il yang udah motret.


Dari ngobrol bin ngobrol, mas Dicky nyebutin kalo biasanya dia lebih memilih untuk latihan rutin jogging dan bouldering? Heh? Apaan tuh bouldering? Karena penasaran saya pun minta diajarin juga. Ternyata bouldering itu manjat di wall tanpa pengaman. Nggak usah takut, karena hanya di point (batu pijakan) yang ada di papan 1-2 aja. Lah, terus manjatnya gimana Vin? Manjatnya ke arah samping, kayak kepiting gitu deh.



Saya pribadi sih merasa bouldering lebih berat, mungkin juga karena baru pertama kali. Tapi seru juga kok. Dipikir-pikir, saya ini gak jago-jago amat manjat, tapi kenapa sih kok seneng banget sama kegiatan ini? Jawabannya sedikit filosofis *nge-gaya dikit lah*. Saat memanjat adalah saat dimana saya benar-benar “dipaksa” untuk percaya penuh pada benda kecil yang kadang kurang disyukuri kehadirannya di kehidupan sehari-hari: jari-jari kaki. Jika menyandarkan kekuatan hanya pada tangan, saya dapat pastikan 3 hari setelah memanjat tangan anda akan sakit luar biasa. Saya juga masih berusaha memaksimalkan penggunaan kaki saya dalam memanjat. Jempol kaki yang biasanya cuma goyang-goyang sebelum tidur ini sangat menentukan saat memanjat. Dan sejak memanjat lagi, saya semakin bersemangat untuk mengeksplorasi hal-hal kecil multi manfaat yang telah saya miliki, yang mungkin terlewat.

You Might Also Like

3 comments

  1. haha...saya baru tahu ada cerita tentang ini,.

    eh, km belum bayar biaya sewa lho?
    *njawil

    ReplyDelete
  2. Hloo, ga dibilangi kudu bayar duluu.. Hmmm, gimana yaaa? =D

    ReplyDelete
  3. yawes, km kasih dlm amplop saja ya...kalo udah siap, sms saja :)

    ReplyDelete