Surat untuk Alanda Kariza

09:59:00

Aku lupa, kapan persisnya aku untuk pertama kali mendengar namamu. Alanda Kariza. Pasti cantik, itu yang terlintas pertama kali. Aku juga lupa, kapan pertama kali aku membaca tulisan tentangmu, atau tulisan yang berasal darimu sendiri. Tetapi aku ingat kesan yang pertama kali kutangkap. Wah, Alanda Kariza ini pasti pintar, tulisannya bagus. 


Aku mungkin lupa banyak hal, tapi aku ingat betul, kapan pertama kali kamu membuatku IRI, Alanda. Aku iri betul ketika membaca tulisanmu dalam seri Bunuh Diri Massal. Masih dalam versi blog. Di akun Multiply Fajar Nugros. Di detik itu aku iri denganmu. Bagaimana bisa anak yang kelahirannya dua tahun di bawahku menulis sebagus ini? Aku iri!


Penuh rasa iri, aku tetap menyarankan teman-temanku yang gemar membaca untuk menyimak BDM. Aku membahas pula BDM dalam beberapa perbincangan, termasuk menyebutkan namamu ketika berbincang dengan teman sekelas waktu SMA, Natasha Karina Ardiani. Ia kaget, menanyakan darimana aku mengenal namamu. Dengan ringan kujawab dari tulisanmu. Tasha bilang bahwa ia mengenalmu dari CosmoGIRL! of the Year event. Kalian sama-sama finalis. Wow! Oke, berarti yang namanya Alanda Kariza ini pasti cantik beneran deh, pikirku. Dan mulailah aku mencari tahu lebih jauh tentangmu. Tamparan keras rasanya ketika membaca kamu sudah memulai The Cure of Tomorrow saat itu. Oh Tuhan, kenapa kau ciptakan gadis secantik dan sesempurna ini hingga membuat aku terlihat bagai plankton di tengah lautan! 


Aku pernah diiri oleh teman, karena aku berani mengacungkan tangan dan bicara di dalam kelas. Tetapi kamu, Alanda, membuatku iri dan tersadar bahwa mengacungkan tangan di kelas tidaklah cukup. Iri padamu menyadarkan bahwa ada yang jauh lebih besar, lebih luas dan lebih segalanya yang bisa kita capai, bukan hanya mimpi. 


Pagi ini, setelah aku membaca tulisanmu tentang ibumu, terburu-buru aku mengambil air wudhu kemudian berdoa. Aku mendoakan ibumu beberapa kalimat saja, tapi mendoakanmu berlipat kalimat panjangnya. Aku pernah merasakan bagaimana rasanya tak berdaya melihat ibuku kesakitan dalam dua kali operasi besarnya. Aku tidak mengatakan derita kita sama, tentu, tentu tidak. Aku mendoakanmu karena khawatir, di beberapa bagian tulisanmu kamu terlihat hampir putus asa, Alanda. Tolong, jangan. Jika kamu yang telah melakukan banyak hal untuk negara ini, mulai hilang harap, lalu bagaimana dengan aku atau orang lain yang tipis keyakinannya? Kudoakan agar hanya kelancaran saja yang terjadi pada kasus ibumu, keadilan saja yang terjadi padamu, ketegaran saja yang menyertaimu, bukan yang lain.

Buat aku iri berkali-kali lagi Alanda. Buat aku iri.


Surabaya, 9 Pebruari 2011

P.S: Maaf. Ketika IYC 2010 diadakan, aku sedang gagal sidang skripsi, jadi aku tak bisa datang dan membantumu. =)

You Might Also Like

0 comments